Hari Senin 21 November 2022 pukul 13.21.10 WIB wilayah Sukabumi, Jawa Barat diguncang gempa tektonik. Hasil analisis BMKG menunjukkan gempabumi ini memiliki parameter update dengan magnitudo M5,6. Episenter gempa bumi terletak pada koordinat 6,86° LS ; 107,01° BT, atau tepatnya berlokasi di darat wilayah Sukalarang, Sukabumi, Jawa Barat pada kedalaman 11 km.
Gempa bumi ini dirasakan di Kota Cianjur dengan skala intensitas V – VI MMI ( Getaran dirasakan oleh semua penduduk. Kebanyakan semua terkejut dan lari keluar ). Garut dan Sukabumi IV – V MMI ( Getaran dirasakan hampir semua penduduk, orang banyak terbangun ). Cimahi, Lembang, Kota Bandung, Cikalong Wetan, Rangkasbitung, Bogor dan Bayah dengan skala intensitas III MMI ( Getaran dirasakan nyata dalam rumah. Terasa getaran seakan akan truk berlalu ). Rancaekek, Tangerang Selatan, Jakarta dan Depok dengan skala intensitas II – III MMI ( Getaran dirasakan nyata dalam rumah. Terasa getaran seakan akan truk berlalu ).
Hingga saat ini sudah ada laporan kerusakan bangunan seperti rumah dan toko juga dampak longsor di wilayah Cianjur yang ditimbulkan akibat gempa bumi tersebut. Hasil pemodelan menunjukkan bahwa gempa bumi ini TIDAK BERPOTENSI TSUNAMI.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaporkan data terkini korban meninggal imbas gempa bumi magnitudo (M) 5,6 di Kabupaten Cianjur Jawa Barat (21/11/2022). Total sampai saat ini ada 162 orang meninggal dunia dan 362 orang luka – luka, 13.784 orang mengingsi dan kerusakan bangunan rumah mencapai 2.345 unit.
“Sekarang sudah ada 162 orang yang meninggal dunia dan sudah ada di RSUD Kabupaten Cianjur, dan kurang lebih 362 orang luka-luka,” kata Kepala BNPB Suharyanto saat konferensi pers via Zoom bersama BMKG, Senin (21/11/2022).
Suharyanto mengatakan banyaknya korban meninggal dunia lantaran kondisi rumah-rumah di Kabupaten Cianjur yang tidak tahan gempa. Selain itu, gempa terjadi di siang hari.
“Kita bayangkan saja ini siang hari kejadian, dan warga tinggal di rumah-rumah tidak tahan gempa, begitu ada gempa ya langsung ambruk,” ucapnya.
Dia berharap ini menjadi pelajaran untuk ke depannya. Dia meminta agar ke depannya rumah-rumah di wilayah rawan gempa disiapkan yang tahan gempa.
“Ini jadi PR kita bersama bagaimana menyiapkan rumah rumah tahan gempa yang sekarang sudah berdiri,” ujar dia.
Salah satu warga yang terdampak gempa di Kelurahan Bojongherang mengaku masih kaget sekaligus was-was akan potensi gempa susulan.
Eneng Rosidah, 58, sedang menelepon keluarganya ketika gempa berkekuatan 5,6 itu mengguncang.
“Lagi ngobrol gitu, ‘masya Allah ini apa?’ Kaget ada yang jatuh dari dinding. Di belakang perabotan pada jatuh, astaghfirullah. Terus [berlindung] di bawah meja, takut ada yang jatuh dari atas. Mau lari keluar, takut keburu jatuh di pikiran saya. Gemetaran sampai dua jam, soalnya saya sudah tua, sudah lemah,” jelas Eneng.
Di Bojongherang, Eneng mengatakan tidak ada korban jiwa. Namun sejumlah rumah warga rusak ringan hingga rusak berat akibat guncangan gempa. Rumah Eneng adalah salah satu yang rusak ringan.
Tidak lama setelah gempa, listrik pun mati hingga malam hari. Setelahnya aliran air juga ikut mati.
Warga kini harus melewati malam pertama pasca-gempa dengan kondisi gelap gulita.
Selain itu, Eneng mengatakan banyak warga memilih untuk tidur di luar rumah karena was-was akan gempa susulan.
“Orang-orang pada di depan rumah, di halaman rumah, sudah pada ngungsi di depan, takut ada susulan, makanya.. yah orang-orang ketakutan,” kata Eneng seperti yang dikutip dari BBC News Indonesia.
Hingga Senin (21/11) malam sekitar pukul 19.00 WIB, BMKG mencatat telah terjadi 62 kali gempa susulan, meski instensitas gempa susulan semakin kecil.